Tuesday, April 6, 2010

Kronologis Markus Pajak Gayus Tambunan


TUDINGAN adanya praktek mafia hukum di tubuh Polri dalam penanganan kasus money laundring oknum pegawai pajak bernama Gayus Halomoan Tambunan semakin melebar.
Tak hanya Polri dan para penyidiknya, Kejaksaan Agung dan tim jaksa peneliti pun turut gerah dengan tudingan Susno yang mulai merembet ke mereka. Mereka (tim jaksa peneliti) pun bersuara mengungkap kronologis penanganan kasus Gayus, berikut adalah kronologis versi tim peneliti kejaksaan agung.

Kasus bermula dari kecurigaan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) terhadap rekening milik Gayus di Bank Panin. Polri, diungkapkan Cirrus Sinaga, seorang dari empat tim jaksa peneliti, lantas melakukan penyelidikan terhadap kasus ini. Tanggal 7 Oktober 2009 penyidik Bareskrim Mabes Polri menetapkan Gayus sebagai tersangka dengan mengirimkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP).
Dalam berkas yang dikirimkan penyidik Polri, Gayus dijerat dengan tiga pasal berlapis yakni pasal korupsi, pencucian uang, dan penggelapan. "Karena Gayus seorang pegawai negeri dan memiliki dana Rp 25 miliar di Bank Panin. Kok bisa pegawai negeri yang hanya golongan III A punya uang sebanyak itu," kata Cirrus mengungkap alasan mengapa awalnya Gayus dijerat tiga pasal berlapis.
Seiring hasil penelitian jaksa, hanya terdapat satu pasal yang terbukti terindikasi kejahatan dan dapat dilimpahkan ke Pengadilan, yaitu penggelapannya. Itu pun tidak terkait dengan uang senilai Rp 25 milliar yang diributkan PPATK dan Polri itu. Untuk korupsinya, terkait dana Rp 25 milliar itu tidak dapat dibuktikan sebab dalam penelitian ternyata uang sebesar itu merupakan produk perjanjian Gayus dengan Andi Kosasih. Pengusaha garmen asal Batam ini mengaku pemilik uang senilai hampir Rp25 miliar di rekening Bank Panin milik Gayus.
"Ada perjanjian tertulis antara terdakwa dan Andi Kosasih. Ditandatangani 25 Mei 2008," kata dia.
Menurut Cirrus keduanya awalnya berkenalan di pesawat. Kemudian keduanya berteman karena sama-sama besar, tinggal dan lahir di Jakarta Utara. Karena pertemanan keduanya, Andi lalu meminta Gayus untuk mencarikan tanah dua hektar guna membangun ruko di kawasan Jakarta Utara.
Biaya yang dibutuhkan untuk pengadaan tanah tersebut sebesar 6 juta dolar AS. Namun Andi, dikatakan Cirrus baru menyerahkan uang sebesar 2.810.000 dolar AS. Andi menyerahkan uang tersebut kepada Gayus melalui transaksi tunai di rumah orang tua istri Gayus lengkap dengan kwitansinya, sebanyak enam kali yaitu pada pada 1 Juni 2008 sebesar 900.000 dolar AS, kemudian 15 September 2008 sebesar 650.000 dolar, 27 Oktober 2008 sebesar 260.000 dolar, lalu pada 10 November 2008 sebesar 200.000 dolar, 10 Desember 2008 sebesar 500.000 dolar, dan terakhir pada 16 Februari 2009 sebesar 300.000 dolar AS.
"Andi menyerahkan uang karena dia percaya dengan Gayus. Dalam bisnis hanya diperlukan kepercayaan," kilah Cirrus menanggapi mengapa Andi dapat menyerahkan uang sebanyak itu kepada Gayus. Sementara untuk money laundringnya, dikatakan Cirrus itu hanya tetap menjadi dugaan sebab Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK) sama sekali tidak dapat membuktikan uang senilai Rp 25 milliar itu merupakan uang hasil kejahatan pencucian uang (money laundring).
PPATK sendiri telah dihadirkan dalam kasus itu sebagai saksi. "Jadi waktu itu hanya dikatakan ada dugaan melawan kepemilikan, uang itu pidana. Dalam proses perkara itu, PPATK tidak bisa membuktikan transfer rekening yang yang diduga tindak pidana," ujarnya.
Dari perkembangan proses penyidikan kasus tersebut, dikatakannya, ditemukan juga adanya aliran dana senilai Rp370 juta di rekening lainnya di Bank BCA milik Gayus. Uang itu diketahui berasal dari dua transaksi dari PT Mega Cipta Jaya Garmindo. PT. Mega Cipta Jaya Garmindo dimiliki oleh pengusaha Korea, Mr Son dan bergerak di bidang garmen. Transaksi dilakukan dalam dua tahap yaitu pada 1 September 2007 sebesar Rp 170 juta dan 2 Agustus 2008 sebesar Rp 200 juta.
Setelah diteliti dan disidik, uang itu diketahui bukan merupakan korupsi dan money laundring juga. "Bukan korupsi, bukan money laundering, tapi penggelapan pajak murni. Itu uang untuk membantu pengurusan pajak pendirian pabrik garmen di Sukabumi. Tapi setelah dicek, pemiliknya Mr Son, warga Korea, tidak tahu berada di mana. Tapi uang masuk ke rekening Gayus. Tapi ternyata dia nggak urus (pajaknya). Uang itu tidak digunakan dan dikembalikan, jadi hanya diam di rekening Gayus," jelas Cirrus.
Berkas P-19 dengan petunjuk jaksa untuk memblokir dan kemudian menyita uang senilai Rp 370 juta itu. Dalam petunjuknya itu, jaksa peneliti juga meminta penyidik Polri menguraikan di berkas acara pemeriksaan (BAP) keterangan itu beserta keterangan tersangka (Gayus T Tambunan).
"Kapan diberikan uang itu," ujarnya. Dugaan penggelapan yang dilakukan Gayus itu, diungkapkan Cirrus terpisah dan berbeda dasar penanganannya dengan penanganan kasus money laundring, penggelapan dan korupsi senilai Rp 25 milliar yang semula dituduhkan kepada Gayus. Cirrus dan jaksa peneliti lain tidak menyinggung soal Rp 25 milliar lainnya dari transaksi Roberto Santonius, yang merupakan seorang konsultan pajak.
Kejaksaan pun tak menyinggung apakah mereka pernah memerintahkan penyidik Polri untuk memblokir dan menyita uang dari Roberto ke rekening Gayus senilai Rp.25 juta itu.
Sebelumnya, penyidik Polri melalui AKBP Margiani, dalam keterangan persnya mengungkapkan jaksa peneliti dalam petunjuknya (P-19) berkas Gayus memerintahkan penyidik untuk menyita besaran tiga transaksi mencurigakan di rekening Gayus. Adapun tiga transaksi itu diketahui berasal dari dua pihak, yaitu Roberto Santonius dan PT Mega Jaya Citra Termindo.
Transaksi yang berasal dari Roberto, yang diketahui sebagai konsultan pajak bernilai Rp 25 juta, sedangkan dari PT. Mega Jaya Citra Termindo senilai Rp 370 juta. Transaksi itu terjadi pada 18 Maret, 16 Juni, dan 14 Agustus 2009.
Uang senilai Rp395 juta itu disita berdasarkan petunjuk dari jaksa peneliti kasus itu. Penanganan kasus Gayus sendiri bermula ketika PPATK menemukan adanya transaksi mencurigakan pada rekening Gayus T Tambunan. PPATK pun meminta Polri menelusurinya.
Kembali ke kasus, dilanjutkan Cirrus, berkas Gayus pun dilimpahkan ke pengadilan. "Jaksa lalu mengajukan tuntutan 1 tahun dan masa percobaan 1 tahun," lengkap jaksa penuntut umum Antasari itu.
Namun, anehnya penggelapan ini tidak ada pihak pengadunya, pasalnya perusahaan ini telah tutup. Sangkaan inilah yang kemudian maju kepersidangan Pengadilan Negeri Tangerang. Hasilnya, Gayus divonis bebas.
"Di Pengadilan Negeri Tangerang, Gayus tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana penggelapan. Tapi kami akan ajukan kasasi," tandas Cirrus. 
MANTAN Kabareskrim Mabes Polri, Komjen Pol Susno Duadji, akhirnya buka suara soal dugaan keterlibatan jenderal dan perwira menengah dalam praktik makelar kasus di Polri. Usai memberikan keterangan pers, Susno bertandang ke kantor Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres).
Kepada wartawan, Kamis (18/3), Susno menyebut dua jenderal dan tiga perwira menengah (pamen) yang diduga terlibat dalam penggelapan dana wajib pajak senilai Rp 25 miliar. Dua jenderal itu berinisial Brigjen RE dan Brigjen EI. Sedangkan tiga pamen masing-masing Kombes E, AKBP M, dan Kompol A. Mereka dari Direktorat II Ekonomi Khusus Bareskrim.
"Bahwa perjuangan yang saya lakukan bertujuan murni membantu Kapolri mereformasi Polri dan membasmi pengkhianat yang merusak citra Polri, sesuai dengan amanat Kapolri tanggal 3 Maret 2010 pada saat serah terima pejabat dan para kapolda, yang intinya jangan ada pengkhianat di tubuh Polri," tandas Susno.
Kasus dugaan penggelapan dana wajib pajak Rp 25 M ini sempat ditangani Susno di kala menjabat sebagai Kabareskrim. Namun setelah lengser dari jabatannya, Susno hanya berpesan agar kasus dugaan penggelapan dana pajak itu diteruskan. Dua minggu setelah dicopot dari jabatannya, Susno mendapat informasi dari anak buahnya di Bareskrim bahwa kasus tersebut tidak ditindaklanjuti.
Terendusnya kasus dugaan penggelapan dana wajib pajak itu berawal ketika Direktorat II Ekonomi Khusus Bareskrim mengusut dugaan kasus pencucian uang yang dilakukan Inspektur Jenderal Pajak, GT. Berdasarkan hasil penelusuran sebuah instansi, di rekening GT masuk aliran dana mencurigakan senilai kurang lebih Rp 25 M.
Instansi itu akhirnya membuat laporan ke Bareskrim. Dari hasil penyelidikan, GT diduga kuat melakukan kejahatan pencucian uang senilai Rp 400 juta. Kasus GT sendiri sudah P-21 tertanggal 23 Oktober 2009 lalu dan sudah dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Tangerang sejak 3 Nopember 2009.
Dari pengembangan penyidikan, ditemukan adanya kasus kejahatan dugaan korupsi dana wajib pajak Rp 25 M. Kala itu Susno menginstruksikan Direktur II Ekonomi Khusus, saat itu dijabat Brigjen Edmon Ilyas, untuk memprioritaskan pengusutan kasus itu hingga tuntas. Uang Rp 25 milliar yang diduga sebagai uang hasil kejahatan itu sempat dibekukan Susno.
Namun kata Susno, kasus dugaan penggelapan dana wajib pajak yang sempat dibekukan itu tidak ditindaklanjuti. Alasannya karena uang tersebut bukan milik GT melainkan milik pengusaha bernama AK. Dikatakan Susno, AK punya kedekatan dengan pejabat Polri sehingga dengan mudahnya bisa mencairkan uang Rp 25 miliar itu.
Secara terpisah, Kepala Divisi Humas Mabes Polri, Irjen Pol Edward Aritonang, kepada wartawan di Mabes Polri, membenarkan bahwa Bareskrim pernah menyelidiki kasus kejahatan money loundry yang dilakukan GT. Namun kata Edward, uang Rp 25 miliar yang ada di rekening GT yang diduga sebagai uang hasil kejahatan yang sempat diselidiki oleh Susno ternyata bukan milik GT.
Sebaliknya kata Edward, uang itu milik pengusaha bernama AK yang dititipkan ke rekening GT. Uang itu untuk keperluan membeli sebidang tanah. Lantaran tidak terbukti sebagai hasil uang kejahatan, akhirnya uang Rp 25 M yang sempat diblokir dibuka lagi sejak tersangka GT dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Tangerang.
Susno mengatakan, untuk mengungkap kasus dugaan penggelapan dana wajib pajak Rp 25 miliar yang diduga dilakukan jenderal dan pamen Polri, dirinya siap dipanggil oleh siapa pun termasuk oleh Propam Mabes Polri. Namun kata Susno, dirinya akan memenuhi panggilan berdasarkan skala prioritas.
luvne.com ayeey.com cicicookies.com mbepp.com kumpulanrumusnya.com.com tipscantiknya.com

7 comments:

  1. kasus ini jangan sampai melalaikan bansa Indonesia terhadap masalah yang lebih serius, mungkin kasus ini hanya pengalih perhatian terhadap sebuah masalah lain yang sengaja disembunyikan.

    ReplyDelete
  2. Saya jadi males banget bayar pajak. Pinginnya sih demo bareng2 buat penolakan bayar pajak, tapi kalo cuma sy yang ikut, cilaka atuh...

    ReplyDelete
  3. makasih artikelnya, jd tahu soal politik nih.

    ReplyDelete
  4. yang belum, tinggal nunggu giliran di periksa kali ya?
    kemana lagi rakyat akan memberikan amanahnya??
    sektor mana yang bersih?

    ReplyDelete
  5. Kasusnya ruwet dan mbulet, gak kelar-2
    Smoga segera kelar. Yang salah mendapat hukuman yang setimpal.

    ReplyDelete
  6. Kasus yang kemungkinan besar dibuat untuk menutupi kasus century

    ReplyDelete
  7. Pajak seharusnya dialokasikan untuk pembangunan, bukan untuk memenuhi rekening pribadi,,,

    ReplyDelete

Saya sangat menghargai Anda yang bersedia berkomentar di setiap postingan bolehngeblog