Friday, October 29, 2010

Ketika Mie Instan Dilarang Beredar Di Luar Negeri

Berita mengenai penarikan mi instan produksi Indonesia di Taiwan cukup meresahkan para konsumen mi instan di tanah air. Mereka menjadi waswas terhadap produk yang biasa dikonsumsinya. Amankah? Atau berita tersebut hanya merupakan politik ekonomi saja? Namun, terlepas dari hal-hal tersebut di atas, sebagai konsumen ada baiknya kita mengetahui betul apa saja sebenarnya kandungan mi instan tersebut agar kita sendiri yang memutuskan akan mengonsumsinya atau tidak.

Secara umum, dalam sebungkus mi instan jenis kuah terdiri atas mi kering, bumbu berpenyedap dan minyak, sedangkan untuk jenis mi goreng biasanya ditambah kecap dan saus.

Mi kering

Bahan dasar yang digunakan untuk mi kering adalah tepung terigu, tepung tapioka, air alkali, dan garam. Pada beberapa produsen ada yang menambahkan zat pengental dan pewarna tatrazin. Tepung terigu yang dipilih adalah terigu berprotein tinggi. Biasanya tepung jenis ini berasal dari gandum keras (hard wheat). Protein yang terdapat dalam terigu yaitu gluten (dibentuk dari gladin dan gluterin) menentukan tekstur mi yang dibuat. Supaya mi cukup elastis dan tahan penarikan saat proses berlangsung, kandungan proteinnya harus tinggi sekitar 11 - 13 persen atau lebih. Gluten akan membentuk matriks dengan pati terigu. Ketegaran matriks inilah yang menentukan kekenyalan mi. Beberapa produsen ada yang menambahkan garam karbonat (Na2CO3) untuk membantu mengikat air ke jaringan matriks terigu tersebut. Jadi untuk produsen-produsen mi yang baik, kekenyalan dan tegarnya tekstur mi bukan karena penambahan zat pengenyal atau melapisinya dengan lilin. Akan tetapi, tegarnya tekstur mi tersebut disebabkan karena terbentuknya matriks antara gluten dan air.

Mi kering pun akan mengalami penggorengan dalam minyak (deep frying) pada suhu tinggi, lalu dikeringkan sehingga kadar airnya sangat rendah. Pada kondisi demikian, mikroba akan sulit tumbuh. Jadi awetnya mi yang diproduksi produsen-produsen bersertifikat ialah karena penggorengan tersebut, bukan karena penambahan zat pengawet.

Warna kuning pada mi juga bukan karena penambahan zat pewarna, tetapi karena adanya senyawa karotenoid pada tepung yang muncul akibat proses pengolahan mi seperti penambahan garam, pengulenan, dan perebusan (karotenoid biasa dijumpai pada wortel). Saat tepung belum diolah, karotenoid akan terikat pada jaringan matriks terigu sehingga tidak tampak kuning. Namun jika sudah melewati beberapa proses seperti tersebut di atas, barulah warna kuning itu muncul. Hal ini bisa dilihat pada informasi nilai gizi pada kemasan mi instan tersebut, disebutkan bahwa kandungan vitamin A sudah memenuhi 50 persen AKG (Angka Kecukupan Gizi) untuk kebutuhan gizi harian 2.000 kalori. Yang dimaksud vitamin A ini adalah senyawa karotenoid tersebut.

Rasa renyah pada mi kering juga bukan karena penambahan zat perenyah, tetapi karena dalam mi tersebut dicampurkan tepung tapioka sebanyak 10 persen bagian. Yang perlu diwaspadai, beberapa produsen dalam pengolahan mi ini ada yang menambahkan air alkali, yaitu air yang terdiri atas campuran garam, pewarna tartazine Cl 19140, polifospat, potassium karbonat, dan sodium karbonat.

Perlu diperhatikan pula bahwa sifat karbohidrat mi berbeda dengan karbohidrat nasi. Karbohidrat nasi merupakan karbohidrat kompleks (yaitu polisakarida kompleks) yang memberi efek rasa kenyang lebih lama dibandingkan dengan karbohidrat dalam mi instan. Sifat karbohidrat pada mi lebih sederhana dan mudah diserap sehingga jika dikonsumsi akan lebih cepat merasa lapar kembali.

Bumbu penyedap

Bumbu mi yang disiapkan terpisah dari minya, umumnya mengandung garam dan bumbu rempah-rempah dengan campuran Monosodium glutamat (MSG) sebagai penyedap. MSG (C5H8NaO4) terdiri dari 78 persen glutamat, 12 persen Natrium dan 10 persen air. Walaupun Badan FAO, yaitu Joint Expert Committee on Food Additives (JECFA) telah menyatakan MSG aman untuk tubuh. Namun, perlu diperhatikan bahwa MSG yang mengalami pemanasan sampai 120 C akan terurai menjadi zat yang karsinogen (penyebab kanker). Untuk itu saat memasak mi instan, bumbu berpenyedap ini tidak boleh dimasukkan bersamaan saat memasak minya. Disarankan untuk mencampur bumbu ini di mangkuk penyajian.

Minyak, kecap, dan saus

Terhadap ketiga komponen di atas, terutama kecap, baru-baru ini telah banyak menyita banyak perhatian karena adanya penambahan zat pengawet metil p-hidroksibenzoat yang merupakan senyawa antijamur yang telah umum digunakan dalam berbagai bidang. (Lihat artikel "Mengenal Metil P-Hidroksibenzoat").

FDA menggolongkan pengawet ini sebagai Generally Recognited as Safe (GRAS) yang berarti bahan kimia ini aman untuk tubuh dan bisa digunakan sebagai bahan tambahan terhadap makanan.

Indonesia melalui BPPOM memberikan ambang batas untuk metil-p-hidroksibenzoat ini adalah 250 mg/kg untuk kecap. Beberapa studi menunjukkan bahwa selama masih dalam ambang batas, tubuh masih bisa menghidrolisis metil p-hidroksibenzoat menjadi asam metil p-hidroksibenzoat yang akan dibuang tubuh tanpa mengalami akumulasi. Namun, hal itu tetap perlu diwaspadai karena di dalam Journal of Applied Toxicology yang dipublikasikan Oktober 2009, dilaporkan bahwa biopsi pada penderita kanker payudara ditemukan adanya senyawa metil p-hidroksibenzoat.

Kandungan minyak dalam mi dapat mencapai 30 persen dari bobot kering. Hal ini perlu diwaspadai oleh penderita obesitas atau mereka yang sedang menjalani program penurunan berat badan. Mi instan (terlebih pada mi) merupakan produk yang cukup tinggi kalorinya (sekitar 460 kalori). Jika mengonsumsi mi tanpa dicampur bahan lain seperti telur, sosis, dan sayuran, akan menimbulkan masalah pada pencernaan kita. Karena seperti yang tercantum pada kemasannya bahwa kandungan serat mi hanya 10 persen AKG, artinya serat dalam mi tersebut hanya memenuhi 10 persen dari kebutuhan serat harian kita.

Perlu diperhatikan pula bahwa kandungan natrium (Na) dalam mi cukup tinggi. Na ini bisa dari garam (NaCl), penyedap MSG (Na-glutamat) dan zat pengembang mi (Na-tripoliphospat). Tingginya kandungan Na ini memiliki efek kurang baik bagi penderita maag, tingginya Na akan menetralkan lambung sehingga lambung akan menyekresi asam lambung yang lebih banyak untuk mencerna makanan. Keadaaan asam lambung yang tinggi akan mengakibatkan pengikisan dinding lambung dan menyebabkan rasa perih. Sementara untuk penderita hipertensi, tingginya Na akan meningkatkan tekanan darah, karena ketidakseimbangan antara Natrium dan Kalium.

luvne.com ayeey.com cicicookies.com mbepp.com kumpulanrumusnya.com.com tipscantiknya.com

1 comments:

Saya sangat menghargai Anda yang bersedia berkomentar di setiap postingan bolehngeblog