Dua pesawat terbaru yang telah dan sedang dirancang oleh dua pembuat pesawat raksasa, Boeing B787 Dreamliner dan Airbus A350XWB (extra wide body), menjadi penanda penting perkembangan terkini teknologi pesawat terbang. Pada kedua pesawat tersebut, diimplementasikan suatu rancangan struktur alternatif yang diyakini akan meningkatkan pencapaian kinerja (performance) dan efisiensi operasi terbang pesawat penumpang berbadan lebar. Dreamliner dan XWB dibangun dengan konstruksi struktur yang didominasi material komposit, jenis plastik yang dibuat dengan bahan dan perlakuan khusus, masing-masing dengan persentase penggunaan 50 persen (B787) dan 53 persen (A350).
Dibandingkan dengan pesawat penumpang tipe wide body yang telah beroperasi sebelumnya, peningkatan penggunaan bahan komposit dalam struktur kedua pesawat di atas sangat signifikan. Pada pesawat A380, yang sebelumnya menjadi pesawat penumpang berbadan lebar dengan persentase penggunaan komposit terbesar, pemanfaatannya sebesar 25 persen. Sementara itu, pada pesawat B777 hanya 12 persen. Kenaikan persentase penggunaan tersebut merupakan kemajuan besar dalam rekayasa material (dalam hal ini komposit) dan rancang bangun pesawat, setelah selama beberapa dekade terakhir material jenis metal, terutama aluminium, menjadi pilihan utama untuk bahan konstruksi pesawat.
Perkembangan awal
Sebelum terimplementasi pada pesawat transportasi komersial (terjadwal) berbadan lebar, pemanfaatan material komposit untuk struktur pesawat telah dilakukan lebih dahulu pada pesawat militer serta pesawat sipil yang dioperasikan untuk General Aviaiton (GA) dan penerbangan bisnis, yang umumnya berukuran kecil atau sedang. Pemanfaatan untuk pesawat militer mulai berkembang seiring dengan berkecamuknya Perang Dunia ke II. Komponen pesawat yang berbahan komposit mencakup nacelle, radome (penutup nose) serta beberapa bagian yang tidak menanggung beban berat. Radome berbahan komposit (sebagai penutup radar di nose) terpasang antara lain pada pesawat A-7 Crossair. Sementara itu, pada pesawat PT-19 komposit dimanfaatkan untuk wing box.
Pada pesawat F-15 (mulai diterbangkan 1972) persentase penggunaan komposit hanya 2 persen. Pemanfaatan pada F-18 C/D (thn. 1985) meningkat drastis, menjadi 19 persen. Selanjutnya, pada pesawat Gripen (1995), F-22 (1997), dan Eurofighter (2001) masing-masing 25 persen, 24 persen dan 40 persen. Pada Eurofighter, bagian pesawat yang berbahan komposit mencakup permukaan sayap, fuselage depan, flaperon, dan rudder. Di luar pesawat jenis fighter, material komposit digunakan pada pesawat pembom B-2 (32 persen) dan pesawat angkut militer Airbus yang pada 11 Desember lalu menjalani terbang perdana, A400 (35 persen).
Pada pesawat yang diterbangkan untuk General Aviation (GA) dan penerbangan bisnis, kemajuan penggunaan komposit untuk konstruksi strukturnya berlangsung agresif. Perkembangannya dipicu antara lain oleh keberhasilan Burt Rutan membuat sejumlah pesawat eksperimental berbahan komposit. Kini, sebagian besar pesawat yang dioperasikan untuk penerbangan GA dibuat dengan material utama komposit. Beberapa pesawat GA dibuat dengan konstruksi sepenuhnya berbahan komposit, di antaranya Adam A500, Raytheon Premier 1, dan Hawker Beechcraft 4000.
Evolusi "burung besi"
Pemanfaatan komposit sebagai material utama stuktur pesawat transportasi berbadan lebar telah diprediksi sebelumnya. Hanya, kemajuan yang signifikan diperkirakan baru tercapai tahun 2050 (J.J. Lee, 2000). Agresivitas kemajuannya dihadapkan pada tuntutan jaminan keamananan terbang ekstra tinggi serta ketentuan dan proses rancang bangun sangat kompleks.
Sebelum peluncuran B787, Airbus lebih progresif dari Boeing dalam pemanfaatan material komposit untuk pesawat produk mereka. Struktur pesawat A310-A300 (thn. 1985) dibuat dengan persentase penggunaan material komposit sebesar 6 persen, selanjutnya meningkat pada A320/A340 (10 persen), A340-600 (12 persen) dan A380 (25 persen). Sementara itu, Boeing mengawali penggunaan bahan komposit pada rancangan pertama pesawat B747 (thn. 1960-an) dengan persentase penggunaan hanya 1 persen, berikutnya B757/B767 (3 persen) serta B777 (12 persen). Hingga kemudian, dengan wahana B787, Boeing melakukan terobosan dramatis dengan menjadikan komposit sebagai material utama struktur pesawat berbadan lebar, termasuk fuselage, yang untuk pertama kali dibuat sepenuhnya berbahan komposit.
Dengan terwujudnya pesawat B787 Dreamliner, kemudian diikuti A350 XWB, cakupan pemanfaatan komposit sebagai material utama struktur pesawat, khususnya fuselage, telah meliputi semua kategori pesawat; dari yang berukuran kecil hingga jenis wide body, pesawat militer maupun pesawat untuk penerbangan komersial. Era pesawat berbahan komposit telah menjelang. ”Burung besi” telah berevolusi, menjadi ”burung plastik”. ***
M. Nurdin Suhar, karyawan PT DI.
Dibandingkan dengan pesawat penumpang tipe wide body yang telah beroperasi sebelumnya, peningkatan penggunaan bahan komposit dalam struktur kedua pesawat di atas sangat signifikan. Pada pesawat A380, yang sebelumnya menjadi pesawat penumpang berbadan lebar dengan persentase penggunaan komposit terbesar, pemanfaatannya sebesar 25 persen. Sementara itu, pada pesawat B777 hanya 12 persen. Kenaikan persentase penggunaan tersebut merupakan kemajuan besar dalam rekayasa material (dalam hal ini komposit) dan rancang bangun pesawat, setelah selama beberapa dekade terakhir material jenis metal, terutama aluminium, menjadi pilihan utama untuk bahan konstruksi pesawat.
Perkembangan awal
Sebelum terimplementasi pada pesawat transportasi komersial (terjadwal) berbadan lebar, pemanfaatan material komposit untuk struktur pesawat telah dilakukan lebih dahulu pada pesawat militer serta pesawat sipil yang dioperasikan untuk General Aviaiton (GA) dan penerbangan bisnis, yang umumnya berukuran kecil atau sedang. Pemanfaatan untuk pesawat militer mulai berkembang seiring dengan berkecamuknya Perang Dunia ke II. Komponen pesawat yang berbahan komposit mencakup nacelle, radome (penutup nose) serta beberapa bagian yang tidak menanggung beban berat. Radome berbahan komposit (sebagai penutup radar di nose) terpasang antara lain pada pesawat A-7 Crossair. Sementara itu, pada pesawat PT-19 komposit dimanfaatkan untuk wing box.
Pada pesawat F-15 (mulai diterbangkan 1972) persentase penggunaan komposit hanya 2 persen. Pemanfaatan pada F-18 C/D (thn. 1985) meningkat drastis, menjadi 19 persen. Selanjutnya, pada pesawat Gripen (1995), F-22 (1997), dan Eurofighter (2001) masing-masing 25 persen, 24 persen dan 40 persen. Pada Eurofighter, bagian pesawat yang berbahan komposit mencakup permukaan sayap, fuselage depan, flaperon, dan rudder. Di luar pesawat jenis fighter, material komposit digunakan pada pesawat pembom B-2 (32 persen) dan pesawat angkut militer Airbus yang pada 11 Desember lalu menjalani terbang perdana, A400 (35 persen).
Pada pesawat yang diterbangkan untuk General Aviation (GA) dan penerbangan bisnis, kemajuan penggunaan komposit untuk konstruksi strukturnya berlangsung agresif. Perkembangannya dipicu antara lain oleh keberhasilan Burt Rutan membuat sejumlah pesawat eksperimental berbahan komposit. Kini, sebagian besar pesawat yang dioperasikan untuk penerbangan GA dibuat dengan material utama komposit. Beberapa pesawat GA dibuat dengan konstruksi sepenuhnya berbahan komposit, di antaranya Adam A500, Raytheon Premier 1, dan Hawker Beechcraft 4000.
Evolusi "burung besi"
Pemanfaatan komposit sebagai material utama stuktur pesawat transportasi berbadan lebar telah diprediksi sebelumnya. Hanya, kemajuan yang signifikan diperkirakan baru tercapai tahun 2050 (J.J. Lee, 2000). Agresivitas kemajuannya dihadapkan pada tuntutan jaminan keamananan terbang ekstra tinggi serta ketentuan dan proses rancang bangun sangat kompleks.
Sebelum peluncuran B787, Airbus lebih progresif dari Boeing dalam pemanfaatan material komposit untuk pesawat produk mereka. Struktur pesawat A310-A300 (thn. 1985) dibuat dengan persentase penggunaan material komposit sebesar 6 persen, selanjutnya meningkat pada A320/A340 (10 persen), A340-600 (12 persen) dan A380 (25 persen). Sementara itu, Boeing mengawali penggunaan bahan komposit pada rancangan pertama pesawat B747 (thn. 1960-an) dengan persentase penggunaan hanya 1 persen, berikutnya B757/B767 (3 persen) serta B777 (12 persen). Hingga kemudian, dengan wahana B787, Boeing melakukan terobosan dramatis dengan menjadikan komposit sebagai material utama struktur pesawat berbadan lebar, termasuk fuselage, yang untuk pertama kali dibuat sepenuhnya berbahan komposit.
Dengan terwujudnya pesawat B787 Dreamliner, kemudian diikuti A350 XWB, cakupan pemanfaatan komposit sebagai material utama struktur pesawat, khususnya fuselage, telah meliputi semua kategori pesawat; dari yang berukuran kecil hingga jenis wide body, pesawat militer maupun pesawat untuk penerbangan komersial. Era pesawat berbahan komposit telah menjelang. ”Burung besi” telah berevolusi, menjadi ”burung plastik”. ***
M. Nurdin Suhar, karyawan PT DI.
Sumber : Pikiran Rakyat
0 comments:
Post a Comment
Saya sangat menghargai Anda yang bersedia berkomentar di setiap postingan bolehngeblog