Tuesday, November 9, 2010

Membaca Niat Amerika Serikat

SETELAH menunda dua kali, Presiden Amerika Serikat Barack Obama akhirnya akan berkunjung ke Indonesia, Selasa (9/11) dan Rabu (10/11), setelah melakukan lawatan ke India. Secara pribadi, Indonesia memiliki arti yang sangat penting bagi Obama, sebab ia pernah tinggal di Menteng, Jakarta. Dalam hubungan bilateral, Indonesia dapat menjadi mitra baru di Asia Tenggara yang dapat menyelamatkan muka AS dalam hubungan internasional, menyusul kekalahan yang memalukan dalam perang di Afganistan dan Irak.

Secara pribadi, kunjungan Obama ke Indonesia dapat menjadi momen istirahat setelah melakukan serangkaian kampanye dan pemilu sela yang sangat melelahkan. Di sini ia bisa relaks, mendinginkan kepala menghadapi kekalahan Partai Demokrat menghadapi Partai Republik, sembari mencari inspirasi baru agar mampu menghadapi keadaan.

Mencari inspirasi baru tentang masa depannya, Obama harus kembali menghitung kelebihan dan kelemahannya. Kelebihan Obama adalah kemampuannya memenangi Pemilu Presiden 2008. Meskipun berkulit hitam dan berdarah Afro, Obama tampil sebagai kandidat di saat bangsa Amerika frustrasi menghadapi perang di Irak dan Afganistan.

Janji Obama segera mengakhiri perang di dua negara Muslim itu menjadi daya tarik bagi pemilih AS yang jenuh dengan perang yang tak kunjung dimenanginya. Perang di Irak dan Afganistan menguras anggaran dan negara sehingga kesejahteraan masyarakat terabaikan. Belum lagi, kematian serdadu AS selalu menjadi bahan ratapan keluarga mereka.

Sayangnya, hingga pemilu sela dilaksanakan, Obama belum mampu menghentikan perang dan terlihat ragu-ragu menarik pasukannya dari Irak maupun Afganistan. Agustus 2010 yang dijadikan tenggat akhir bagi pasukan AS meninggalkan Irak, nyatanya tidak tercapai. AS masih meninggalkan 50.000 pasukannya di negeri seribu satu malam. Beberapa masalah dijadikan alasan, misalnya pemerintah Irak belum mampu menjaga kemanan menghadapi pasukan pemberontak. Apalagi pemerintah boneka AS ini tak berhasil memenangi pemilu sehingga tak bisa membentuk pemerintahan.

Di samping itu, kehadiran serdadu AS di Irak dimaksudkan untuk melindungi investasi negeri Paman Sam. Oleh karena itu, tentara yang tersisa difokuskan untuk melatih tentara Irak dalam menghadapi pasukan pemberontakan.

Di samping itu, pengerahan pasukan besar-besaran ke Afganistan nyatanya tidak efektif untuk mengakhiri perlawanan gerilyawan Muslim di Afganistan itu. Memang, banyak korban jiwa berjatuhan dari tentara Taliban dan Al-Qaeda. Akan tetapi, kematian mereka sama sekali tidak ada kaitannya dengan surutnya perlawanan terhadap pasukan NATO.

Warga Afganistan yang oleh AS dan NATO disebut dengan teroris ini kerap menyergap konvoi pasukan AS bersama sekutunya. Bahkan, para pemberontak belakangan secara produktif menghadang pengiriman logistik dan bahan bakar untuk keperluan pasukan NATO. Banyaknya tambahan pasukan seakan percuma, apalagi sejumlah negara kemudian menarik pasukannya satu persatu. Dengan demikian, tinggal AS yang masih berada di garda depan.

Pada praktiknya, kebijakan George Walker Bush dengan Obama tidak ada bedanya dalam soal perang melawan terorisme, Bahkan, bocornya dokumen rahasia perang di situs web Wikileaks.com memperlihatkan semakin kedodorannya kekuatan AS dan sekutunya meskipun dilengkapi dengan senjata yang paling canggih dan mutakhir. Wajar jika rakyat AS mengatakan bahwa Bush dan Obama tidak ada bedanya.

Terpilihnya Obama sebagai Presiden AS mengisyaratkan kerinduan rakyat Amerika terhadap pemulihan ekonomi mereka. Sayangnya, janji dan harapan rakyat AS tidak kunjung terwujud. Obama bisa mengatakan bahwa warisan dan beban yang diberikan pemerintahan Bush sangat berat untuk dilanjutkan. Apa pun alasannya, pemulihan yang diinginkan rakyat AS tak kunjung terwujud. Sebetulnya, seandainya peperangan di Timur Tengah dapat diselesaikan dan krisis yang terjadi dapat segera diatasi, Partai Demokrat memiliki peluang untuk menang.

Namun, nasi sudah menjadi bubur. Partai Demokrat telah kalah dalam pemilu sela. Krisis ekonomi tak kunjung mereda. Upaya AS menghadang ekspansi Cina dalam perdagangan global semakin keteteran. Sementara menyatakan mundur total dari medan pertempuran pun tidak efektif, terus maju pun tidak ada gunannya.

Oleh karena itu, menggaet Indonesia dan sejumlah negara Asia Tenggara diharapkan dapat menghambat ekspansi Cina yang semakin besar pengaruhnya di kawasan ini. Persoalannya, AS terlanjur mengobarkan perang melawan terorisme yang dalam praktiknya banyak merugikan umat Islam. Menggaet Indonesia dan negara-negara lain di kawasan Asia justru akan berhadapan dengan masyarakat yang telah lama merasakan pahitnya pencitraan yang diciptakan AS tentang terorisme ini. Tegasnya, rakyat Indonesia dan sejumlah warga di negara Asia lainnya belum memiliki keyakinan yang cukup bahwa AS punya niat baik bersahabat dengan bangsa Timur ini atas nama kemitraan komprehensif.
luvne.com ayeey.com cicicookies.com mbepp.com kumpulanrumusnya.com.com tipscantiknya.com

6 comments:

  1. USA, ..??
    Mudah2an saja manfaatnya sebanding dengan pngeluaran yg dikeruarkan pmerintah yg miliaran Rp.

    ReplyDelete
  2. Sy berharap Indonesia tidak menjadi budak AS,

    ReplyDelete
  3. Semoga saja kedatangan Obama ke Indonesia tidak berdampak buruk terhadap Indonesia.

    ReplyDelete
  4. sebegitu hebatnya AS dimata negara2 seperti negara garuda :)

    ReplyDelete
  5. Indonesia jangan mau jadi budak Amerikan dong.

    ReplyDelete
  6. Really, its nice information, I read this whole and carefully. This covers the all required thing. I can say that you make a real effort, Please keep this continue.

    ReplyDelete

Saya sangat menghargai Anda yang bersedia berkomentar di setiap postingan bolehngeblog