Aksi premanisme semakin menjadi-jadi. Semakin berkembang dan bertindak terang-terangan. Menghadapi semakin tumbuh suburnya komunitas premanisme di Indonesia, aksi-aksi mereka semakin terbuka, menandakan ada yang salah dalam pembinaan terhadap kelompok preman yang umumnya kurang berpendidikan, tidak punya pekerjaan tetap.
Pada akhirnya mereka menggunakan caranya sendiri untuk bisa hidup di kota-kota besar pada umumnya dengan berperan sebagai penjaga keamanan di wilayah-wilayah yang penduduknya ramai atau di pusat bisnis. Otomatis mereka yang menguasai lahan parkir dan pengaruh di satu wialyah tertentu. Jumlahnya kian bertambah, kelakuan mereka pun semakin tak terkontrol apara keamanan, tapi dibiarkan terus sehingga kelompok ini semakin merasa hebat.
Tak pelak lagi, kondisi maraknya aksi premanisme sekarang ini menjadi tanggung jawab pemerintah pusat dan daerah (kabupaten/kota), karena masalah preman sudah berumur sangat tua. Faktor penyebabnya pun sudah jelas karena mereka tidak memiliki pekerjaan, sehingga mereka membentuk kelompok untuk bisa memiliki kekuatan atau daya tawar di pasaran agar bisa hidup.
Semakin besar anggota kelompoknya semakin tinggi posisi tawar mereka di hadapan masyarakat maupun aparat keamanan. Bahkan, mereka tidak segan-segan melakukan perlawanan terhadap aparat keamanan jika usaha yang mereka jalankan diganggu atau dihalang-halangi aparat keamanan. Hukum tidak lagi menjadi masalah buat mereka. Masalah timbul hanya menunggu waktu. Masalahnya, jumlah preman semakin besar dari berbagai kalangan, suku/etnis/agama.
Tentu tidak satu kelompok saja yang berhak memanfaatkan lahan parker di satu wilayah, bisa dua-tiga dan lebih. Di sinilah muncul perseteruan. Kalau mereka bisa mengutip uang dari masyarakat mengapa kelompok kami tidak dibolehkan. Biasanya akan muncul adu fisik secara kecil-kecilan dulu, lalu yang kalah membentuk kelompok lebih besar untuk melakukan serangan balasan. Itulah yang terjadi sehingga pemerintah bersama aparat keamanan harus keras, tegas –berani menindak– kelompok-kelompok preman seperti itu di wilayahnya masing-masing, termasuk memberi solusi membuka lapangan kerja baru sehingga premanisme akan ‘’mati’’ dengan sendirinya.
Flash back yang disebut preman atau premanisme berasal dari kata ‘’free man’’ yaitu orang (laki-laki) bebas, yang dapat dibagi dua kelompok. Pertama, anak-anak muda yang tidak punya pekerjaan dan seenaknya menggunakan hari-harinya dengan keluyuran ke mana mereka suka. Ibarat lagu Rhoma Irama berjudul ‘’Bujangan’’ pada umumnya kelompok ini miliknya preman belum bekerja, tetapi dalam perkembangannya pada saat ini walaupun tidak punya pekerjaan tetap, dengan status ‘’preman’’ mereka mampu berkeluarga. Artinya, mereka punya istri dan anak-anak. Berarti harus bertanggung jawab menghidupinya.
Kelompok kedua, aparat petugas/keamanan atau pejabat pemerintah saat tidak bertugas menggunakan pakaian bebas, disebut juga pakaian preman. Kalangan intelektual ini pun ada yang negativf, acapkali membuat masalah, merugikan masyarakat, bangsa, dan negara sehingga sebutannya menjadi ‘’preman berdasi’’.
Yang pasti, kedua kelompok preman itu merugikan masyarakat, bangsa dan negara sehingga harus dicarikan solusinya yang tepat. Kelompok pertama karena tidak punya lapangan kerja maka solusinya mereka harus ditampung dan diberi pekerjaan. Kelompok kedua bisa lebih berbahaya, tapi kalau hukum ditegakkan, kelompok kedua akan takut andai hukumannya ditingkatkan menjadi seumur hidup. Oleh karena itu, masalah premanisme terkait dengan kurangnya lapangan kerja, dan lemahnya penegakan hukum kita.
Oh ya jangan lupa klik artikel "Mobil Keluarga Ideal Terbaik Indonesia"
Pada akhirnya mereka menggunakan caranya sendiri untuk bisa hidup di kota-kota besar pada umumnya dengan berperan sebagai penjaga keamanan di wilayah-wilayah yang penduduknya ramai atau di pusat bisnis. Otomatis mereka yang menguasai lahan parkir dan pengaruh di satu wialyah tertentu. Jumlahnya kian bertambah, kelakuan mereka pun semakin tak terkontrol apara keamanan, tapi dibiarkan terus sehingga kelompok ini semakin merasa hebat.
Tak pelak lagi, kondisi maraknya aksi premanisme sekarang ini menjadi tanggung jawab pemerintah pusat dan daerah (kabupaten/kota), karena masalah preman sudah berumur sangat tua. Faktor penyebabnya pun sudah jelas karena mereka tidak memiliki pekerjaan, sehingga mereka membentuk kelompok untuk bisa memiliki kekuatan atau daya tawar di pasaran agar bisa hidup.
Semakin besar anggota kelompoknya semakin tinggi posisi tawar mereka di hadapan masyarakat maupun aparat keamanan. Bahkan, mereka tidak segan-segan melakukan perlawanan terhadap aparat keamanan jika usaha yang mereka jalankan diganggu atau dihalang-halangi aparat keamanan. Hukum tidak lagi menjadi masalah buat mereka. Masalah timbul hanya menunggu waktu. Masalahnya, jumlah preman semakin besar dari berbagai kalangan, suku/etnis/agama.
Tentu tidak satu kelompok saja yang berhak memanfaatkan lahan parker di satu wilayah, bisa dua-tiga dan lebih. Di sinilah muncul perseteruan. Kalau mereka bisa mengutip uang dari masyarakat mengapa kelompok kami tidak dibolehkan. Biasanya akan muncul adu fisik secara kecil-kecilan dulu, lalu yang kalah membentuk kelompok lebih besar untuk melakukan serangan balasan. Itulah yang terjadi sehingga pemerintah bersama aparat keamanan harus keras, tegas –berani menindak– kelompok-kelompok preman seperti itu di wilayahnya masing-masing, termasuk memberi solusi membuka lapangan kerja baru sehingga premanisme akan ‘’mati’’ dengan sendirinya.
Flash back yang disebut preman atau premanisme berasal dari kata ‘’free man’’ yaitu orang (laki-laki) bebas, yang dapat dibagi dua kelompok. Pertama, anak-anak muda yang tidak punya pekerjaan dan seenaknya menggunakan hari-harinya dengan keluyuran ke mana mereka suka. Ibarat lagu Rhoma Irama berjudul ‘’Bujangan’’ pada umumnya kelompok ini miliknya preman belum bekerja, tetapi dalam perkembangannya pada saat ini walaupun tidak punya pekerjaan tetap, dengan status ‘’preman’’ mereka mampu berkeluarga. Artinya, mereka punya istri dan anak-anak. Berarti harus bertanggung jawab menghidupinya.
Kelompok kedua, aparat petugas/keamanan atau pejabat pemerintah saat tidak bertugas menggunakan pakaian bebas, disebut juga pakaian preman. Kalangan intelektual ini pun ada yang negativf, acapkali membuat masalah, merugikan masyarakat, bangsa, dan negara sehingga sebutannya menjadi ‘’preman berdasi’’.
Yang pasti, kedua kelompok preman itu merugikan masyarakat, bangsa dan negara sehingga harus dicarikan solusinya yang tepat. Kelompok pertama karena tidak punya lapangan kerja maka solusinya mereka harus ditampung dan diberi pekerjaan. Kelompok kedua bisa lebih berbahaya, tapi kalau hukum ditegakkan, kelompok kedua akan takut andai hukumannya ditingkatkan menjadi seumur hidup. Oleh karena itu, masalah premanisme terkait dengan kurangnya lapangan kerja, dan lemahnya penegakan hukum kita.
Oh ya jangan lupa klik artikel "Mobil Keluarga Ideal Terbaik Indonesia"
Sumber: Berita Sore
salam sahabat
ReplyDeleteehm kalau hal ini tidak sebanding maka oengangguran yang ada akan sulit diantisipasi lhoh mas,pemerintah juga perlu turun tangan gimana biar lebih baik setuju gak mas good luck
Salam
ReplyDeleteInilah ketimpangan yg terjadi di Indonesia kawan..Saat rakyat mengandalkan pemerintah malah pemerintah berbalik arah mengandalkan rakyat dan dampaknya itu loh banyak oknum yg bermain di setiap cabang baik itu negeri atau swasta..
Salam kawan
aku ga suka komunitas premanismu apapun alasannya,,,
ReplyDeletePemerintah perlu memikirkan cara mengurangi pengangguran di Indonesia nih,,,
ReplyDelete