Kedudukan sebagai pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bukan jabatan biasa. Masyarakat menuntut mereka bekerja cepat, tegas, dan tidak tebang pilih sementara tantangan yang harus mereka hadapi pun akan datang dari berbagai arah.
Tiga di antara mereka sudah merasakannya sendiri. Antasari Azhar yang terpilih menjadi ketua harus meringkuk dalam tahanan akibat terlibat kasus pidana. Sementara dua pimpinan lainnya, Bibit Samad Rianto dan Chandra Hamzah diperkarakan akibat tuduhan yang tidak jelas sampai Presiden Yudhoyono membentuk tim khusus untuk menyelesaikannya. Itu pun karena masyarakat terang-terangan memihak kepada Bibit-Chandra.
Dalam kondisi seperti itu, wajar kalau pemilihan pimpinan KPK yang baru, untuk mengisi kekosongan setelah Antasari resmi divonis bersalah, memperoleh perhatian besar dari masyarakat. Sejak penjaringan calon sampai pemilihan di Komisi III DPR prosesnya diikuti dengan cermat. Plus minus kedua calon yang akan dipilih oleh parlemen memperoleh sorotan luas dari media. Setelah akhirnya DPR memilih Busyro Muqoddas sebagai Ketua KPK yang baru, perdebatan di masyarakat tidak otomatis berhenti.
Persaingan antara Bambang Widjojanto dan Busyro Muqoddas berebut suara di parlemen barangkali bukan bertumpu pada segi kualitas semata melainkan lebih bermuara pada aspek karakter. Bambang bicaranya lebih lantang dan terkesan menunjukkan sikapnya yang keras. Oleh salah seorang anggota Komisi III DPR, Bambang bahkan disebut radikal. Sementara Busyro lebih kalem. Kalangan masyarakat yang cenderung menilai KPK selama ini terlalu lamban, dengan sendirinya cenderung mengharap Bambang yang akan terpilih. Sebagai tokoh LSM, Bambang terbiasa bekerja cepat dan bicara dengan kalimat lugas.
Sementara Busyro Muqoddas, yang sebelumnya pernah menjadi Ketua Komisi Yudisial (KY), baik penampilan maupun gaya bicaranya sangat tenang. Penampilannya mengesankan bukan orang yang suka berkeringat. Ia lebih pas sebagai orang yang bergelut dalam bidang kajian. Tidak sedikit yang menuding jejak kerjanya di KY tidak impresif. Ketika pertanyaan yang nadanya seperti itu dikemukakan saat menjalani uji kelayakan di parlemen, Busyro tidak tersinggung. Ia hanya menambahkan bahwa wewenang KY sangat terbatas sehingga usulannya agar beberapa hakim diberhentikan dari jabatannya pun tidak memperoleh tanggapan semestinya.
Akan tetapi, perdebatan soal itu sekarang sudah berlalu. DPR telah menjatuhkan pilihan kepada Busyro, bahkan ia juga dikukuhkan sebagai Ketua KPK yang baru. Sekarang pimpinan KPK sudah lengkap, mereka mesti secepatnya bekerja. Segala sesuatunya sekarang akan berpulang kepada Busyro. Apakah ia akan mampu menjawab keraguan sebagian masyarakat terhadap kemampuannya?
KPK menjadi tumpuan masyarakat agar negeri ini segera bersih dari korupsi. Tugas yang akan dihadapi Busyro pasti akan menyita segenap energinya. Yang dituntut dari dirinya bukan sebatas nalarnya tetapi juga integritasnya, terutama dalam menghadapi kasus-kasus korupsi yang krusial.
Sebagai sosok yang sudah lama berkecimpung dalam urusan penegakan hukum di negeri ini, Busyro Muqoddas pasti paham betul akan kondisi lapangan di mana ia selama ini bekerja. Pengalamannya selama memimpin KY bisa dimanfaatkan dengan baik. Kalau di KY ia merasa wewenangnya kurang, di KPK tentu hal itu bukan persoalan lagi karena lembaga ini memiliki kewenangan sangat luas. Persoalan untuk Busyro lebih bertumpu pada dirinya sendiri.
Ditetapkannya Busyro Muqoddas sebagai Ketua KPK berbarengan dengan diangkatnya Basrief Arief sebagai Jaksa Agung. Dalam memilih Basrief Arief, Presiden Yudhoyono menyampingkan harapan sebagian masyarakat yang menginginkan Jaksa Agung yang baru dipilih bukan dari kalangan internal. Tuntutan tersebut dikemukakan karena masyarakat memperkirakan pembersihan di lingkungan kejaksaan agung akan berproses lebih cepat jika dipimpin oleh orang luar.
Dari aspek karakter tampaknya Busyro dan Basrief memiliki kemiripan, sama-sama tukang kerja dan berpenampilan kalem. Susilo Bambang Yudhoyono agaknya cenderung memilih orang-orang yang karakternya tidak terlalu berbeda dengan dirinya. Apakah Busyro dan Basrief nanti akan mampu menjalin kerja sama yang sinergi?
Dalam kasus yang menimpa Bibit Samad Rianto dan Chandra Hamzah tempo hari, tampak sekali betapa KPK berseberangan kepentingan baik dengan kejaksaan maupun kepolisian. Sebutan kriminalisasi KPK dengan cepat menjadi populer sekadar menunjukkan betapa masyarakat melihat adanya ancaman terhadap integritas pimpinan KPK justru dari dua lembaga yang mestinya menjadi mitra.
Jalinan kerja yang baik antara Busyro sebagai pimpinan KPK serta Basrief sebagai pimpinan kejaksaan mestinya menjadi salah satu prioritas keduanya. Apalagi Busyro hanya memiliki waktu satu tahun untuk menunjukkan bahwa terpilihnya dia sebagai Ketua KPK bukan semata karena penampilannya yang kalem.
Tiga di antara mereka sudah merasakannya sendiri. Antasari Azhar yang terpilih menjadi ketua harus meringkuk dalam tahanan akibat terlibat kasus pidana. Sementara dua pimpinan lainnya, Bibit Samad Rianto dan Chandra Hamzah diperkarakan akibat tuduhan yang tidak jelas sampai Presiden Yudhoyono membentuk tim khusus untuk menyelesaikannya. Itu pun karena masyarakat terang-terangan memihak kepada Bibit-Chandra.
Dalam kondisi seperti itu, wajar kalau pemilihan pimpinan KPK yang baru, untuk mengisi kekosongan setelah Antasari resmi divonis bersalah, memperoleh perhatian besar dari masyarakat. Sejak penjaringan calon sampai pemilihan di Komisi III DPR prosesnya diikuti dengan cermat. Plus minus kedua calon yang akan dipilih oleh parlemen memperoleh sorotan luas dari media. Setelah akhirnya DPR memilih Busyro Muqoddas sebagai Ketua KPK yang baru, perdebatan di masyarakat tidak otomatis berhenti.
Persaingan antara Bambang Widjojanto dan Busyro Muqoddas berebut suara di parlemen barangkali bukan bertumpu pada segi kualitas semata melainkan lebih bermuara pada aspek karakter. Bambang bicaranya lebih lantang dan terkesan menunjukkan sikapnya yang keras. Oleh salah seorang anggota Komisi III DPR, Bambang bahkan disebut radikal. Sementara Busyro lebih kalem. Kalangan masyarakat yang cenderung menilai KPK selama ini terlalu lamban, dengan sendirinya cenderung mengharap Bambang yang akan terpilih. Sebagai tokoh LSM, Bambang terbiasa bekerja cepat dan bicara dengan kalimat lugas.
Sementara Busyro Muqoddas, yang sebelumnya pernah menjadi Ketua Komisi Yudisial (KY), baik penampilan maupun gaya bicaranya sangat tenang. Penampilannya mengesankan bukan orang yang suka berkeringat. Ia lebih pas sebagai orang yang bergelut dalam bidang kajian. Tidak sedikit yang menuding jejak kerjanya di KY tidak impresif. Ketika pertanyaan yang nadanya seperti itu dikemukakan saat menjalani uji kelayakan di parlemen, Busyro tidak tersinggung. Ia hanya menambahkan bahwa wewenang KY sangat terbatas sehingga usulannya agar beberapa hakim diberhentikan dari jabatannya pun tidak memperoleh tanggapan semestinya.
Akan tetapi, perdebatan soal itu sekarang sudah berlalu. DPR telah menjatuhkan pilihan kepada Busyro, bahkan ia juga dikukuhkan sebagai Ketua KPK yang baru. Sekarang pimpinan KPK sudah lengkap, mereka mesti secepatnya bekerja. Segala sesuatunya sekarang akan berpulang kepada Busyro. Apakah ia akan mampu menjawab keraguan sebagian masyarakat terhadap kemampuannya?
KPK menjadi tumpuan masyarakat agar negeri ini segera bersih dari korupsi. Tugas yang akan dihadapi Busyro pasti akan menyita segenap energinya. Yang dituntut dari dirinya bukan sebatas nalarnya tetapi juga integritasnya, terutama dalam menghadapi kasus-kasus korupsi yang krusial.
Sebagai sosok yang sudah lama berkecimpung dalam urusan penegakan hukum di negeri ini, Busyro Muqoddas pasti paham betul akan kondisi lapangan di mana ia selama ini bekerja. Pengalamannya selama memimpin KY bisa dimanfaatkan dengan baik. Kalau di KY ia merasa wewenangnya kurang, di KPK tentu hal itu bukan persoalan lagi karena lembaga ini memiliki kewenangan sangat luas. Persoalan untuk Busyro lebih bertumpu pada dirinya sendiri.
Ditetapkannya Busyro Muqoddas sebagai Ketua KPK berbarengan dengan diangkatnya Basrief Arief sebagai Jaksa Agung. Dalam memilih Basrief Arief, Presiden Yudhoyono menyampingkan harapan sebagian masyarakat yang menginginkan Jaksa Agung yang baru dipilih bukan dari kalangan internal. Tuntutan tersebut dikemukakan karena masyarakat memperkirakan pembersihan di lingkungan kejaksaan agung akan berproses lebih cepat jika dipimpin oleh orang luar.
Dari aspek karakter tampaknya Busyro dan Basrief memiliki kemiripan, sama-sama tukang kerja dan berpenampilan kalem. Susilo Bambang Yudhoyono agaknya cenderung memilih orang-orang yang karakternya tidak terlalu berbeda dengan dirinya. Apakah Busyro dan Basrief nanti akan mampu menjalin kerja sama yang sinergi?
Dalam kasus yang menimpa Bibit Samad Rianto dan Chandra Hamzah tempo hari, tampak sekali betapa KPK berseberangan kepentingan baik dengan kejaksaan maupun kepolisian. Sebutan kriminalisasi KPK dengan cepat menjadi populer sekadar menunjukkan betapa masyarakat melihat adanya ancaman terhadap integritas pimpinan KPK justru dari dua lembaga yang mestinya menjadi mitra.
Jalinan kerja yang baik antara Busyro sebagai pimpinan KPK serta Basrief sebagai pimpinan kejaksaan mestinya menjadi salah satu prioritas keduanya. Apalagi Busyro hanya memiliki waktu satu tahun untuk menunjukkan bahwa terpilihnya dia sebagai Ketua KPK bukan semata karena penampilannya yang kalem.
Saya malah mau mengusulkan agar negeri ini menyewa Inspektur Vijay dan hakim Bao barang 5 tahu aja.. haha
ReplyDeleteBener tuh kalau ada inspektur Vijay dan hakim Bao.. amanlah negeri awak nih..
ReplyDelete